Rabu, 12 Januari 2011
Foto Bareng Selebritis atau Tokoh Terkenal
Foto sama selebritis atau tokoh terkenal? Sebenarnya apa pentingnya ya selain untuk bangga diri dan pamer!
Saya sih malas saja ikut desak-desakan sama orang-orang mupeng. Kalo si seleb atau tokoh terkenal yang malah bangga sih itu baru oke.
Minta tanda tangan juga, bisa aja kan TTD si fans lebih oke. Tapi yang namanya mengidolakan ya, bikin lupa kali ya!
Foto bareng seleb atau tokoh terkenal, kalo bukan simbiosis mutualisme, ya simbiosis komensalime, atau mungkin parasitisme? Ah, sutralah!
Gak ada yang salah kok, sah-sah aja selama si seleb atau si tokoh terkenal gak kena cakar kuku gratis!
Sabtu, 20 November 2010
Sms Bikin Juling dan Merinding dari Seorang Teman
Malam Minggu saya kali ini terasa sungguh lucu dan aneh karena dua kejadian. Pertama silakan baca note yang barusan saya post tadi di sini . Kedua, silakan baca sms saya dan teman saya di bawah ini:Teman: Fik, kamu jadi nginep di kosan A?
Saya: Gak jadi
Teman: Mau nginep di kosku ga?
Saya: haha, emang kenapa?
Teman: Aku ga bisa tidur aja, kalo ga mau ya udah.
Saya: *juling*. Wah, udah terlanjur kerja tugas nih
Teman: Berarti ga mau. Kosmu daerah mana sih? Aku ke situ.
Saya: *merinding*
Teman: Eh, kok ga di bales? Aku gada maksud apa-apa loh. Jangan mikir yang aneh-aneh lah
Saya: Pegang dada *exhale*
Teman saya itu COWOK dan kami dengan dua orang lainnya baru pulang iseng jalan-jalan dari gang-gang di Pasar Kembang alias Sarkem (daerah prostitusi legal di Yogyakarta) :p
'Kebetulan' Lucu: Analisa Komponen James Spradley dan Sms Balasan Teman-teman
Sekarang ini, saya lagi dalam proses mengerjakan tugas kuliah untuk Ujian Tengah Semester (UTS). Ya, saya suka UTS dengan cara begini, bukan dengan jawab-soal-secara-tertulis dalam kelas yang agaknya kurang efektif, apalagi untuk jurusan ilmu sosial-budaya. Setelah ujiannya selesai, apa yang didapatkan mahasiswa selain harap-harap cemas nunggu nilai keluar?
Tugasnya ada dua, dan keduanya berupa tulisan ilmiah yang disuruh dosen untuk di-review. Salah satunya yaitu bikin review dari bacaan mengenai Analisis Komponen dari buku Metode Etnografi karya James Spradley.
Tulisannya membosankan! Bahasanya ruwet, pembahasannya muter-muter, dan paragrafnya panjang-panjang. Padahal saya rasa ada beberapa dari paragraf membosankan itu yang bisa diringkas jad satu-dua-paling banyak tiga kalimat. Eh, cukup! Lama-lama saya jadi mereview tugas saya itu kalau begini terus. Padahal ada hal lain yang ingin saya ceritakan di sini. Masih sehubungan dengan ini juga, sih!
Begini, tadi saya sudah bilang kalau sekarang saya lagi membaca tulisan itu sebelum di-review. Dan tiba-tiba ponsel saya berbunyi, ada pesan masuk dari teman saya, Rosyid. (Tulisannya sudah saya perlengkap dari aslinya yang bergaya sms banget).
Teman saya: “Thanks. Fik, korekmu tadi tertinggal. Sekarang ta’ bawa”
Saya: “Gowo wae, sesuk senin gowo meneh yo!”
Saya sengaja membalas sms nya dengan sok-sok pakai bahasa Jawa. Saya kan memang niat pengen tahu, paham, dan bisa ngomong Jawa . Dan, mampus saya! Dia kemudian membalasnya dengan bahasa Jawa juga yang rupanya tidak saya mengerti.
Teman saya: “Nggih, sendiko dawuh”
Asumsi saya awalnya mengira maksud sms balasan teman saya itu adalah ungkapan lain dari matur nuwun yang artinya terima kasih. Karena gengsi bertanya ke Rosyid apa artinya, saya pun menanyakannya ke teman-teman saya yang lain yang tentunya juga orang Jawa dan paham bahasa Jawa. Setelah dibalas oleh teman-teman saya yang semuanya baik itu, ternyata asumsi awal saya sungguh keliru.
Menariknya, respon yang saya dapat dari empat orang teman yang saya sms tadi seperti Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tepat satu jua maknanya :p. Simak respon-respon teman-teman saya itu berikut ini:
Anis (asli Jogja): “Iya (menyanggupi)”
Dita (asal Boyolali): “Iya tuan tukang perintah!”
Nyis (asal Malang): “Iya, terserah kamu!”
Puput (asli Jogja): “Ia, laksanakan!”
Sungguh saya tertawa habis-habisan membaca respon-respon itu di kamar kos saya yang sempit ini kayak orang gila yang sedang memvisualisasi peristiwa lucu.
Saya, yang tadinya jengkel dan bosan dengan bacaan Analisis Komponen itu jadi tertarik untuk lanjut membacanya lagi dan lagi karena dalam tulisan itu dikatakan bahwa dalam meneliti gejala kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat, peneliti hendaknya memperhatikan konsep-konsep yang digunakan oleh pamakai kebudayaan tersebut, sebab sangat mungkin pemaknaannya berbeda-beda antara berbagai masyarakat (sekalipun satu etnik seperti contoh keempat teman saya di atas). Saya tidak perlu membahas panjang lebar penyebabnya di sini, karena kan memang bukan itu tujuan tulisan ini. Saya hanya ingin bilang, kalau saya baru saja mengalami suatu ‘kebetulan’ yang lucu!