Jumat, 24 Desember 2010


Selamat Berhari Baru!
Malam ini dia memilih kesendiriannya. Katanya dia bosan dengan ritual yang itu itu saja setiap malam akhir tahun. Dia ingin yang beda, begitu katanya tadi siang sewaktu teman-temannya mengajak ke pantai dengan bir, kue-kue, lilin, terompet, petasan, dan kembang api. Dia pun menolak ajakan keluarganya keluar kota. Jadilah, dia betul-betul sendirian malam ini.
Tiga menit menjelang pergantian tahun. Sekarang dia sudah duduk di teras rumahnya. Sedari tadi dia menyaksikan langit yang gegap gempita. Heboh dengan ledakan-ledakan membahana. Meriah dengan warna-warni nan semarak. Dia tersenyum, tertawa. Kemudian dia merenung, berefleksi. Dia sungguh menikmatinya. Serasa malam ini miliknya seorang.
Sebenarnya bukan tiba-tiba dia memutuskan bertahun baru hanya dengan dirinya sendiri. Ini rencananya sejak akhir tahun lalu. Dan sekarang lihatlah, apa yang ada di tangannya! Dia membuka buku catatan. Isinya rekaman perjalanan hidupnya selama tahun ini. Sungguh lengkap! Sejak satu januari hingga sejam yang lalu.
Lima..empat..tiga..dua..satu. Tahun pun berganti. Di luar orang-orang riuh rendah dengan sorak dan tepuk tangan. Di pantai teman-temannya bersuka cita dengan bersulang, bersenang senang. Di kota lain, keluarganya hanyut dalam perayaan bersama keluarga besar. Semua gembira, semua ucap syukur, dan semua beresolusi lalu memanjatkan doa. Tapi dia tidak. Yang dilakukannya mengawali tahun baru hanya dengan membuka buku catatan. Lalu dibacanya lembar demi lembar penuh khidmat. Diselaminya arus perjalanan hidupnya setahun kebelakang. Dia tak beresolusi sesuatu pun. Dia hanya ingin khusyuk dalam pembacaannya.
Selama itu, ada yang bergejolak dalam batin dan benaknya. Senang, sedih, amarah, cemburu, jengkel, iba. Satu per satu muncul kembali diiringi senyum, tawa, dan air mata meskipun semua yang tertulis di situ tentu saja sudah dialami dan dirasakan sebelumnya.
Tanpa terasa, jingga di ufuk timur telah terbit. Sudah pagi. Bacaannya pun sudah khatam. Ada yang kemudian disadarinya dan segera ia mencatat penemuan itu:
Tidak ada yang berbeda dan berubah di tiap tahunnya dalam hal waktu. Tiap tahun, hari Minggu, Senin, Selasa hingga Sabtu lalu kembali ke Minggu, tetap ada. Pagi, siang, sore, malam juga demikian. Polanya pun tetap sama; Minggu dulu lalu Senin, siang dulu lalu malam. Tapi setiap hari kita bangun, membuka mata membalas sambutan pagi yang menyapa dengan terang. Minggu, memang tetap Minggu yang besoknya sudah tentu Senin. Tapi rupanya segala sesuatu dalam tiap waktu yang eksistensial itu tidaklah sama. Apa yang terjadi di Minggu yang kemarin berbeda dengan Minggu pekan lalu. Apa yang dialami dan dirasakan pada sore hari di Rabu dua minggu lalu, berbeda dengan sore hari di Rabu kemarin. Dan seterusnya. Inilah menariknya .Inilah ajaibnya. Hanya kita yang sering tidak menyadarinya.
Meski bajumu cuma empat, celanamu tiga, dan kau kenakan bergantian setiap harinya, perubahan itu selalu ada. Seandainya baju dan celanamu itu punya mulut dan bisa ngomong, mereka akan memberitahumu apa yang disaksikannya saat menempel di badanmu dan menemanimu di mana pun kau berada dan ke mana pun kau mengarah di hari itu. Begitu juga dengan sandal atau sepatumu. Mereka mungkin saja lebih sadar dan lebih peka terhadap apa yang kau lewatkan. Lalu seketika kau terkejut, tercengang di hadapan kesaksian mereka. Rupanya dirimu betapa merugi. Tapi tidak usah menyesal. Bukankah sekarang kau sudah tahu bahwa setiap hari sebenarnya hari baru. Tidak ada yang sama terjadi di dalamnya. Lalu kenapa musti menunggu tiga satu desember untuk beresolusi, mengucap harap, dan memanjat doa? Berbahagilah, kau bisa bertahun baru setiap hari.
Selamat berhari baru!
Yogyakarta, 24 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ruang Tamu