Sabtu, 18 September 2010


Tomoe, Sekolah dengan Nurani

Sudah begitu banyak kritik terhadap sistem dunia pendidikan khususnya di negeri ini. Pertanyaan dan pernyataan mengenai apa yang salah dari sistem pendidikan negeri kita sudah begitu sering dilontarkan dan diperdebatkan, baik di seminar-seminar, media (cetak dan elektronik), bahkan pun di warung makan kaki lima oleh para pedagang. Semua punya keluhan, semua berargumen, semua punya keresahan dan kekhawatiran. Apa yang salah?

Nurani. Mungkin cuma itu jawabannya. Ya, itulah, nurani. Sebab semua permasalahan di negeri ini jika mau dirunut sampai ke akar-akarnya akan bermuara di masalah nurani. Kita semua sepakat korupsi itu merusak, kita semua tahu yang namanya birokrasi pasti selalu merepotkan dan bikin jengkel. Namun tetap saja itu semua terus terjadi, bahkan masih banyak. Nurani. Singkat memang namun tidak gampang. Apalagi di dunia global yang penuh godaan sekarang ini.

Tak terkecuali untuk problematika dunia persekolahan negeri kita, akar masalahnya juga di nurani. Pertanyaan menantang selanjutnya, siapkah para pendidik kita menggunakan nuraninya dengan sungguh-sungguh demi sebuah cita-cita yang nyaris tinggal sebaris kalimat indah tanpa punya makna, ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’?

Dalam buku Totto-chan Gadis Cilik di Jendela yang baru selesai saya baca, saya berani menyimpulkan bahwa Sosaku Kobayashi adalah pendidik sejati karena bernurani. Dia tahu bagaimana mendidik anak-anak, tidak hanya mengajari mereka. Dan dia menjadi pendidik bukan karena kebetulan dan keberuntungan semata melalui proses seleksi tenaga guru yang persyaratannya membutuhkan setumpuk ijazah dan sertifikat yang notabene belum menjamin kualitas pendidiknya.

Dia pernah ke Eropa menyaksikan langsung bagaimana murid-murid di sana dididik dengan baik. Dia juga mengamati bagaimana anaknya berjalan dan menggerakkan tubuhnya saat mendengar irama musik dan bagaimana anaknya belajar berjalan. Melalui pengamatan dan pengalaman yang diproses dengan baik, jadilah dia seorang pendidik sejati yang selalu menggunakan nuraninya dalam mendidik murid-muridnya.

Salah seorang muridnya bernama Totto-chan, adalah gadis cilik periang yang penuh rasa ingin tahu. Saking penuhnya rasa ingin tahunya itu, saat masih kelas satu sekolah dasar, dia dipindahkan secara diam-diam atas permintaan gurunya dari sekolah lamanya karena suka duduk dekat jendela berbicara dengan burung, memanggil pemusik jalanan yang lewat dan mengajak teman-temannya ikut menonton mereka bermain musik dengan nyaring, dan sering membuka-tutup-buka-tutup mejanya yang bikin ganggu proses belajar mengajar dalam kelas. Oleh ibunya, dia dimasukkan ke sekolah unik bernama Tomoe.

Tomoe sungguh bukan sekolah biasa. Para murid bebas memilih pelajaran yang akan dipelajari terlebih dahulu tanpa urutan yang lazim, sesuai kemauan dan kesukaan mereka masing-masing. Makanya ada yang memulai dengan mengarang, berhitung, atau berkutat dengan ekperimen ilmiah. Tinggal tanya ke guru kalau ada yang perlu dikonsultasikan. Tidak ada pengaturan bangku tetap, jadi para murid bebas duduk di mana saja sesuka hati. Mr. Kobayashi –dalam buku tersebut, begitu dia dipanggil murid-muridnya- tahu anak-anak tidak suka terlalu diatur-atur karena memang jiwa anak-anak itu bebas. Inilah yang disebut Goenawan Mohamad sebagai kebebasan jiwa dan kegembiraan mencari dalam catatan pinggirnya tertanggal 22 Januari 1983 berjudul totto-chan.

Gerbangnya merupakan pohon hidup lengkap dengan akar-akarnya yang disebut Totto-chan ‘gerbang yang akan terus tumbuh’ saat pertama kali melihatnya. Ruangan kelasnya adalah gerbong-gerbong kereta. Namun sekolah itu bukan sembarangan, sekali lagi. Dari sana ada yang berhasil menjadi tokoh fisikawan penting yang sungguh jenius, ahli anggrek, pakar holtikultura, dan tentu saja Totto-chan sendiri, bintang televisi Jepang, penulis, juga Duta Kemanusiaan UNICEF yang begitu mahsyur. Itulah Tomoe. Sekolah yang dibangun dengan hati nurani. Di sanalah Totto-chan menemukan sebuah dunia baru. Di Tomoe pulalah, di dalam kelas gerbong-gerbong kereta itu, Totto-chan menempuh perjalanan masa kecilnya yang sungguh menarik dan menyenangkan bersama teman-temannya.

Ada satu kutipan yang saya sangat suka dalam buku itu dan agaknya akan bermanfaat untuk menyentil kesadaran kita, khusunya para pendidik dan orang tua. Bunyinya mirip-mirip begini, “Jika kelak murid-murid Tomoe menjadi pendidik, mereka akan menjadi pendidik yang baik sebab mereka tahu bagaimana menyenangkannya menjadi anak-anak”.

Silakan dibaca dan selamat terharu, tersenyum, dan tertawa selama menempuh perjalanan di gerbong-gerbong Tomoe bersama Totto-chan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ruang Tamu