Senin, 03 Mei 2010

Seperti Para Bocah Ingusan yang Mengejar Layang-Layang

Beberapa hari yang lalu, sepulang dari supermarket membeli perlengkapan mandi pribadi dengan bersepeda, saya melihat gerombolan bocah ingusan yang tengah menikmati bermain layangan di halaman sebuah masjid megah di Makassar. Mereka berteriak-teriak, tertawa-tawa, dan begitu antusias menengadah mengamati layangan mereka yang tak henti ditarik ulur di ketinggian langit. Saya berhenti sebentar menikmati pemandangan ini.

Tidak lama kemudian, muncul sebuah layang-layang berwarna merah polos melenggak-lenggok di titik lain dari langit yang saat itu nyaris bersih tanpa awan. Makin lama lenggokannya makin ngawur dan semakin besar kelihatan. “Layang-layang kepa!!!’” seru salah seorang bocah berbaju kuning kebesaran. Kepa’ adalah istilah orang Makassar menyebut layang-layang yang benangnya terputus dan sebentar lagi jatuh ke tanah. Mungkin layangan itu milik seorang entah siapa di suatu tempat entah di mana. Para bocah ingusan tidak peduli, mereka berlarian kencang bahkan sampai ke jalan raya dengan nafsu menggebu mendapatkan layangan tersebut.

Melihat mereka menghambur ke keramaian jalan raya di siang bolong itu, saya pun khawatir sekaligus iri tapi akhirnya tersenyum kecil. Entah apa yang terjadi dengan koneksi impuls-impuls saraf di otak saya sehingga tiba-tiba berpikir saya ingin sekali seperti para bocah ingusan itu. Mereka tidak takut akan segala resiko, sekalipun menyangkut keselamatan fisik mereka demi mengejar sebuah impian yang menurut sebagian orang besar (baca: dewasa) adalah tindakan bodoh karena membahayakan diri sendiri: mengejar layang-layang. Saya yang hanya mengamati dari jauh, yakin di jalan raya itu pasti sudah banyak orang, baik yang sedang berjalan di trotoar, bersantap siang di warung-warung, atau yang sedang berkendara melarang dan memarahi mereka. Tapi anak-anak itu justru sangat bersemangat dan penuh gairah mengejar layangan impian mereka, tidak peduli apa kata orang dan sebesar apa resikonya. Ah, saya iri!

Semasa kecil, tentu kita pernah bermimpi banyak hal, macam-macam, mengawang-awang, bahkan sering tidak masuk akal. Sewaktu masih pra sekolah, saya pernah bermimpi bisa berubah jadi power ranger, bisa menghilang dan terbang mengendarai robot berbentuk hewan dengan senjata-senjata canggih untuk menumpas segala kejahatan dan ketidakadilan di muka bumi. Saya juga sempat bercita-cita ingin jadi astronot setelah mendengar cerita orang tentang Neil Armstrong yang berhasil mendarat ke bulan. Di imajinasi saya saat itu setelah melihat foto Armstrong yang berdiri di samping bendera Amerika, jadi astronot sungguh mengasyikkan karena bisa melihat bintang, komet, asteroid, barisan planet-planet, dan hamparan benda-benda langit lainnya jauh lebih dekat dan lebih jelas di luar angkasa yang gulita.

Saya tidak ingin melihat dari sudut pandang yang menilai mimpi-mimpi anak-anak itu suka macam-macam, mengawang-awang, dan sering tidak masuk akal. Saya ingin mengambil sisi positifnya saja bahwa anak-anak kalau bermimpi selalu penuh semangat, percaya diri, tidak peduli bacot orang lain, dan berani terhadap segala resiko, sebesar apa pun, seperti yang dilakukan para bocah ingusan yang mengejar layang-layang itu.

*Saya ingin seperti anak-anak yang tidak pernah takut bermimpi, tapi saya juga ingin dewasa dalam mengambil keputusan dan pilihan hidup*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ruang Tamu